Sastra Cina klasik memiliki kekayaan yang begitu luas, salah satu bentuk yang paling menonjol adalah puisi. Sejak ribuan tahun lalu, puisi telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Cina, bukan hanya sebagai karya seni, tetapi juga sebagai sarana untuk menyampaikan pemikiran, emosi, hingga kritik sosial. Dari sekian banyak penyair yang lahir, dua nama yang paling dikenal adalah Li Bai dan Du Fu, keduanya hidup pada masa Dinasti Tang, periode yang sering disebut sebagai “Zaman Keemasan Puisi Cina”.
Puisi sebagai Cerminan Budaya Cina
Puisi Cina klasik tidak hanya indah secara estetis, tetapi juga kaya akan nilai budaya. Struktur puitis yang ketat dengan aturan jumlah baris, pola rima, serta pilihan kata yang sarat simbol, membuat puisi klasik begitu unik. Alam, persahabatan, perjalanan, hingga kerinduan kampung halaman sering dijadikan tema utama. Di balik keindahan kata-kata, terselip pandangan hidup masyarakat Cina yang dipengaruhi oleh Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme.
baca juga: Bimbel intensif UTBK
Li Bai: Penyair Romantis dari Langit
Li Bai (701–762 M) dikenal sebagai penyair dengan jiwa bebas. Karya-karyanya sering dipenuhi dengan gambaran alam yang indah, minuman arak, dan perjalanan penuh imajinasi. Ia kerap dijuluki “Penyair Abadi” karena puisinya tetap hidup melintasi zaman.
Salah satu ciri khas puisi Li Bai adalah romantisisme dan imajinasi luas, yang sering menggambarkan dunia seakan tanpa batas. Dengan kata-kata sederhana, ia mampu mengungkapkan perasaan rindu, kebebasan, serta kedekatannya dengan alam. Banyak puisinya yang menggambarkan gunung, bulan, dan sungai, seolah-olah ia sedang berdialog dengan semesta.
Du Fu: Penyair Realis dan Humanis
Berbeda dengan Li Bai, Du Fu (712–770 M) lebih dikenal sebagai penyair realis yang penuh kepedulian sosial. Karya-karyanya banyak dipengaruhi oleh kondisi zaman ketika Cina dilanda perang dan kekacauan politik. Oleh karena itu, puisinya sering memuat kritik sosial, penderitaan rakyat, serta keprihatinan terhadap nasib bangsa.
Du Fu dijuluki “Penyair Bijak” karena puisinya tidak hanya indah, tetapi juga sarat makna moral dan kemanusiaan. Melalui kata-katanya, ia berusaha menyuarakan suara mereka yang tidak terdengar: kaum miskin, korban perang, dan rakyat kecil.
Li Bai dan Du Fu: Dua Kutub yang Saling Melengkapi
Kehadiran Li Bai dan Du Fu dalam sejarah sastra Cina ibarat dua sisi mata uang. Li Bai menghadirkan keindahan imajinatif dan romantis, sementara Du Fu membawa kedalaman realitas dan moralitas. Kedua gaya ini tidak saling bertentangan, melainkan melengkapi, sehingga memberikan gambaran utuh tentang kekayaan puisi Dinasti Tang.
Keduanya juga bersahabat dalam kehidupan nyata, meski memiliki gaya berbeda. Pertemuan mereka sering digambarkan sebagai simbol persahabatan sejati antara dua jiwa besar yang menyuarakan hati rakyat dan keindahan alam.
Warisan yang Tak Lekang Zaman
Hingga kini, puisi Li Bai dan Du Fu tetap dipelajari, diterjemahkan, dan dikagumi di seluruh dunia. Karya-karya mereka menjadi pintu masuk untuk memahami filosofi hidup, nilai budaya, sekaligus sensitivitas sosial masyarakat Cina klasik. Dari mereka, kita belajar bahwa puisi bukan sekadar rangkaian kata indah, melainkan cermin kehidupan dan jiwa manusia.
👉 Itulah sekilas tentang Li Bai dan Du Fu, dua tokoh besar dalam dunia puisi klasik Cina yang warisannya tetap abadi hingga kini.